Tempuh arahmu,
— Rocky Gerung (@rockygerung) December 9, 2018
sampai bertemu simpangan.
Di situ kau diuji,
oleh alasanmu sendiri.
Selamat siang.
LACI KACA
😉
14 September 2024
Niyat ataukah Tujuan?
25 Februari 2024
Menikmati Tasauf Modern HAMKA
keluar dari budi pekerti yang tercela dan masuk ke budi pekerti yang terpuji
Dukitp dari blogspot imam aminnudin yang menuliksan resensi buku Tasawuf Modern buah karya Prof. DR. Hamka Cetakan I terbitan Republika Penerbit (2015), bahwa :
Buya Hamka memaknai tasawuf sejalan dengan al-Junaid al-Baghdadi yang mengartikan tasawuf sebagai, “keluar dari budi pekerti yang tercela dan masuk ke budi pekerti yang terpuji.Inilah tujuan awal hadirnya tasawuf yaitu membersihkan jiwa, mendidik dan mempertinggi derajat budi dengan menekan segala kelobaan dan kerakusan. Dengan pemahaman seperti ini, bagi Hamka tidak ada yang salah dengan bekerja keras dalam mengumpulkan harta atau berupaya tanpa kenal lelah untuk menggapai kuasa. Justru ini sejalan dengan ajaran Islam yang mendorong ummatnya untuk mencari rezeki dan mengambil sebab-sebab mencapai kemuliaan, ketinggian, dan keagungan dalam hidup.
Selengkapnya silahkan kunjungi blog imam aminnudin.
Dalam karya ini, Hamka mengupas obsesi manusia dalam mencari kebahagiaan dengan meneliti berbagai pendapat dari para filosof maupun cendekiawan muslim. Juga memberikan gambaran bagaimana manusia pengaruhnya dalam membina kesehatan jiwa sehingga tidak tersesat kedalam kebahagiaan semu yang menjerumuskan manusia kepada nasib celaka.
Untuk membaca ebook buku tersebut, berikut Tasauf Moderen cetakan XVIII tahun 1981 terbitan Yayasan Nurul Iman yang diarsip di archive org, atau bisa download di link arsip (bookmarked).
Untuk baca buku klik di sini.
:D
29 April 2023
Fatwa MUI Upaya Menyelesaikan Perbedaan Awal Bulan Hijriyah
Dengan terbitnya Keputusan Fatwa Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal dan Zulhijjah secara fiqih harusnya sudah selesai.
______
- Awalnya th 1946 (hari raya terdiri dari Hari Raya Umum, Hari Raya Islam, Hari Raya Kristen dan Hari Raya Tiong Hwa ditetapkan oleh Menteri Agama) | Penetapan Pemerintah Nomor 2/Um ditetapkan di Yogyakarta pada 18 Juni 1946 oleh Presiden Soekarno dan Menteri Agama H. Rasjidi serta diumumkan oleh Sekretaris Negara A.G. Pringgodigdo;
- Th 1962 pertama kali diadakan Sidang Isbat dalam rangka penetapan tanggal 1 Ramadan dan Idul Fitri | Agenda Kementerian Agama 1950 -1952 diterbitkan oleh Bagian Publikasi dan Redaksi Djawatan Penerangan Jalan Pertjetakan Negara - Jakarta, Bab Keputusan Kementerian Agama Tentang Hari-Hari Besar;
- Th 1963 Sidang Isbat dilembagakan di bawah Kementerian Agama | Keputusan Menteri Agama Nomor 47 Tahun 1963 tentang Perincian Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama:
- Th 1972 dibentuk Badan Hisab dan Rukyat (BHR) diketuai oleh Sa’adoeddin Djambek pakar dari Muhammadiyah, dg keanggotaan Badan Hisab dan Rukyat terdiri dari para ulama/ahli yang berkompeten dari berbagai unsur organisasi dan instansi terkait | Keputusan Menteri Agama Nomor 76 Tahun 1972;
- Badan Hisab dan Rukyat yang berada di bawah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam sejak dekade terakhir diubah menjadi Tim Hisab dan Rukyat, dan belakangan Tim Unifikasi Kalender Hijriyah;
- Th 2003, Wahyu Widiana (mantan Direktur Pembinaan Peradilan Agama Kementerian Agama dan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung) menyatakan “Masalah hisab rukyat di Indonesia sering menjadi persoalan nasional, khususnya di kalangan umat Islam dalam kaitan dengan masalah ibadah dan hari-hari besar Islam. Hisab rukyat tidak hanya berhubungan dengan masalah ibadah dan hari-hari besar saja, namun kajiannya lebih luas, seperti penyusunan almanak atau kalender, perkiraan akan terjadi gerhana dan sebagainya,” | Sambutan pada buku Kalender Urfi karya K.H. Banadji Aqil;
- Th 2024 MUI menerbitkan Keputusan Fatwa Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal dan Zulhijjah.
ref :
Sejarah Sidang Isbat Awal Ramadan/Idul Fitri di Kementerian Agama by M Fuad Nasar (Mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro AUPK UIN Imam Bonjol Padang) | 22 Maret 2023
Kutipan Fatwa
KEPUTUSAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor 2 Tahun 2004
Tentang
PENETAPAN AWAL RAMADHAN, SYAWAL, DAN DZULHIJJAH
Majelis Ulama Indonesia,
MENIMBANG:
- (a) bahwa umat Islam Indonesia dalam melaksanakan puasa Ramadan, salat Idul Fitr dan Idul Adha, serta ibadah-ibadah lain yang terkait dengan ketiga bulan tersebut terkadang tidak dapat melakukannya pada hari dan tanggal yang sama disebabkan perbedaan dalam penetapan awal bulan-bulan tersebut;
- (b) bahwa keadaan sebagaimana tersebut pada huruf a dapat menimbulkan citra dan dampak negatif terhadap syi’ar dan dakwah Islam;
- (c) bahwa Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia pada tanggal 22 Syawwal 1424 H/16 Desember 2003 telah menfatwakan tentang penetapan awal bulan Ramadhan, Syawwal, dan Dzulhijjah, sebagai upaya mengatasi hal di atas;
- (d) bahwa oleh karena itu, Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang penetapan awal bulan Ramadhan, Syawwal, dan Dzulhijjah dimaksud untuk dijadikan pedoman.
MENGINGAT:
1. Firman Allah SWT (Subhanahu wa Ta’ala), antara lain :
- (QS Yunus [10]: 5) : Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu…
- (QS. an-Nisa’ [4]: 59) : Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah, taatlah kepada Rasul dan ulil-amri di antara kamu.
2. Hadis-hadis Nabi s.a.w. (shallallahu ‘alaihi wa sallam), antara lain :
- (H.R. Bukhari Muslim dari Ibnu Umar) : “Janganlah kamu berpuasa (Ramadhan) sehingga melihat tanggal (satu Ramadhan) dan janganlah berbuka (mengakhiri puasa Ramadhan) sehingga melihat tanggal (satu Syawwal). Jika dihalangi oleh awan/mendung maka kira-kirakanlah”.
- (Bukhari Muslim dari Abu Hurairah) : “Berpuasalah (Ramadhan) karena melihat tanggal (satu Ramadhan). Dan berbukalah (mengakhiri puasa Ramadhan) karena melihat tanggal (satu Syawwal). Apabila kamu terhalangi, sehingga tidak dapat melihatnya maka sempurnakanlah bilangan Sya’ban tiga puluh hari”.
- (H.R. Bukhari dari Irbadh bin Sariyah) : “Wajib bagi kalian untuk taat (kepada pemimpin), meskipun yang memimpin kalian itu seorang hamba sahaya Habsyi”.
3. Qa’idah fiqh: “Keputusan pemerintah itu mengikat (wajib dipatuhi) dan menghilangkan silang pendapat”.
MEMPERHATIKAN:
- Pendapat para ulama ahli fiqh; antara lain pendapat Imam al-Syarwani dalam Hasyiyah al-Syarwani.
- Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tentang penetapan awal bulan Ramadhan, Syawwal, dan Dzulhijjah, tanggal 22 Syawwal 1424/16 Desember 2003.
- Keputusan Rapat Komisi Fatwa MUI, tanggal 05 Dzulhijjah 1424/24 Januari 2004.
Dengan memohon ridha Allah SWT
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG PENETAPAN AWAL RAMADHAN, SYAWAL, DAN DZULHIJJAH
Pertama : Fatwa
- Penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah dilakukan berdasarkan metode ru’yah dan hisab oleh Pemerintah RI cq Menteri Agama dan berlaku secara nasional.
- Seluruh umat Islam di Indonesia wajib menaati ketetapan Pemerintah RI tentang penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah.
- Dalam menetapkan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah, Menteri Agama wajib berkonsultasi dengan Majelis Ulama Indonesia, ormas-ormas Islam dan Instansi terkait.
- Hasil rukyat dari daerah yang memungkinkan hilal dirukyat walaupun di luar wilayah Indonesia yang mathla’nya sama dengan Indonesia dapat dijadikan pedoman oleh Menteri Agama RI.
Kedua : Rekomendasi
Agar Majelis Ulama Indonesia mengusahakan adanya kriteria penentuan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah untuk dijadikan pedoman oleh Menteri Agama dengan membahasnya bersama ormas-ormas Islam dan para ahli terkait.
Ditetapkan di : Jakarta, 05 Dzulhijjah 1424 H / 24 Januari 2004 M
MAJELIS ULAMA INDONESIA,
KOMISI FATWA,
Ketua: KH. Ma’ruf Amin Sekretaris: Hasanudin
Sumber: Fatwa Majelis Ulama Indonesia
copy kuitipan dari muslim.or.id
14 Desember 2021
Agar Masyarakat dan Pemerintah tidak memberikan stigma negatif terhadap makna jihad dan khilafah.
Jihad dan Khilafah dalam Konteks NKRI, Ini Pandangan Resmi MUI
14 November 2021
Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ke-7 yang digelar pada 9-11 di Jakarta, resmi ditutup Menteri Agama Yaqut Cholil Qaumas pada Kamis (11/11).
Ijtima Ulama diikuti oleh 700 peserta. Peserta terdiri dari unsur Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Pusat, anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, pimpinan komisi/badan/lembaga di MUI Pusat.
Selain itu, dalam pertemuan itu dihadiri pimpinan MUI Provinsi, pimpinan Komisi Fatwa MUI Provinsi, pimpinan Majelis Fatwa Ormas Islam, pimpinan pondok pesantren, pimpinan Fakultas Syariah/IAIAN/PTKI di Indonesia.
Perhelatan rutin tiga tahunan ini menyepakati 17 poin bahasan salah satunya adalah hukum JIHAD DAN KHILAFAH DALAM KONTEKS NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA.
Keterangan lengkap hasil pembahasan tentang JIHAD DAN KHILAFAH DALAM KONTEKS NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA adalah sebagai berikut:
- Pada dasarnya sistem kepemimpinan dalam Islam bersifat dinamis sesuai dengan kesepakatan dan pertimbangan kemaslahatan, yang ditujukan untuk kepentingan kepentingan menjaga keluhuran agama (hirasati al-din) mengatur urusan dunia (siyasati al-duniya). Dalam Sejarah Peradaban Islam, terdapat berbagai model/sistem kenegaraan dan pemerintahan serta mekanisme suksesi kepemimpinan yang semuanya sah secara syar’i;
- Khilafah bukan satu-satunya model/sistem kepemimpinan yang diakui dan dipraktekkan dalam Islam. Dalam dunia Islam terdapat beberapa model/sistem pemerintahan seperti: monarki, keemiran, kesultanan, dan republik;
- Bangsa Indonesia sepakat membentuk Negara Kesatuan yang berbentuk Republik sebagai ikhtiar maksimal untuk mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945;
- Jihad merupakan salah satu inti ajaran dalam Islam guna meninggikan kalimat Allah (li i’laai kalimatillah) sebagaimana telah difatwakan oleh MUI;
- Dalam situasi damai, implementasi makna jihad dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara dilakukan dengan cara upaya yang bersungguh-sungguh dan berkelanjutan untuk menjaga dan meninggikan agama Allah (li i’laai kalimatillah) dengan melakukan berbagai aktivitas kebaikan;
- Dalam situasi perang, jihad bermakna kewajiban muslim untuk mengangkat senjata guna mempertahankan kedaulatan negara;
- MUI menggunakan manhaj wasathiyah (berkeadilan dan berkeseimbangan) dalam memahami makna jihad dan khilafah. Oleh karena itu, MUI menolak pandangan yang dengan sengaja mengaburkan makna jihad dan khilafah, yang menyatakan bahwa Jihad dan khilafah bukan bagian dari Islam. Sebaliknya, MUI juga menolak pandangan yang memaknai jihad dengan semata-mata perang, dan khilafah sebagai satu-satunya sistem pemerintahan.
Rekomendasi
- Agar Masyarakat dan Pemerintah tidak memberikan stigma negatif terhadap makna jihad dan khilafah.
sumber : mui.or.id
24 Oktober 2019
Membangun Makna Perkawinan
penggal halaman 10 .....
Perhatikan misalnya suruhan Qur-an:
Fungsi sosial sebagai tujuan perkawinanlah yang mampu menaati suruhan itu. Apakah itu pula tujuan perkawinan tuan? Kehidupan sosial memerlukan aturan-aturan. Aturan itu menentukan mana yang boleh, mana yang terlarang, sehingga laku-perbuatan tidak sewenang-wenang, melainkan ada batas-batasnya. Apakah dalam hal perkawinan ada pula pembatasan?
Selengkapnya silahkan baca buku Menghadapi Soal-soal Perkawinan karangan Drs. Sidi Gazalba
